Senin, 30 Mei 2016

MAKNA TAREKAT



MAKNA TAREKAT


1. Pengertian secara Bahasa
Tarekat (bahasa Arab: arīqah طريقة; jamak طرق; uruq) berarti “jalan” atau “metode”, dan mengacu pada aliran kegamaan tasawuf atau sufisme dalam Islam. Ia secara konseptual terkait dengan aqīqah atau “kebenaran sejati”, yaitu cita-cita ideal yang ingin dicapai oleh para pelaku aliran tersebut. Seorang penuntut ilmu agama akan memulai pendekatannya dengan mempelajari hukum Islam, yaitu praktek eksoteris atau duniawi Islam, dan kemudian berlanjut pada jalan pendekatan mistis keagamaan yang berbentuk arīqah. Melalui praktek spiritual dan bimbingan seorang pemimpin tarekat, calon penghayat tarekat akan berupaya untuk mencapai aqīqah (hakikat, atau kebenaran hakiki).
Kata tarekat berasal dari bahasa Arab thariqah, jamaknya tharaiq, yang berarti: (1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode, system (al-uslub), (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab), (4) keadaan (al-halah), (5) tiang tempat berteduh, tongkat, payung (‘amud al-mizalah).
Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali (740-816 M), tarekat ialah metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat.
Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan kehidupannya menuju kedekatan diri dengan Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum sufi (sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.
2. Pengertian secara istilah
Bila ditinjau dari sisi lain tarekat itu mempunyai tiga sistem, yaitu: sistem kerahasiaan, sistem kekerabatan (persaudaraan) dan sistem hirarki seperti khalifah tawajjuh atau khalifah suluk, syekh atau mursyid, wali atau qutub. Kedudukan guru tarekat diperkokoh dengan ajaran wasilah dan silsilah. Keyakinan berwasilah dengan guru dipererat dengan kepercayaan karamah, barakah atau syafa’ah atau limpahan pertolongan dari guru.
Pengertian diatas menunjukkan Tarekat sebagai cabang atau aliran dalam paham tasawuf. Pengertian itu dapat ditemukan pada al-Thariqah al-Mu’tabarah al-Ahadiyyah, Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naqsabandiyah, Tarekat Rifa’iah, Tarekat Samaniyah dll. Untuk di Indonesia ada juga yang menggunakan kata tarekat sebagai sebutan atau nama paham mistik yang dianutnya, dan tidak ada hubungannya secara langsung dengan paham tasawuf yang semula atau dengan tarekat besar dan kenamaan. Misalnya Tarekat Sulaiman Gayam (Bogor), Tarekat Khalawatiah Yusuf (Sulawesi Selatan) boleh dikatakan hanya meminjam sebutannya saja.
Istilah Tarekat berasal dari kata Ath-Thariq (jalan) menuju kepada Hakikat atau dengan kata lain pengalaman Syari’at, yang disebut “Al-Jaraa” atau “Al-Amal”, sehingga Asy-Syekh Muhammad Amin Al-Kurdiy mengemukakan tiga macam definisi, yang berturut-turut disebutkan:
1) Tarekat adalah pengamalan syari’at, melaksanakan beban ibadah (dengan tekun) dan menjauhkan (diri) dari (sikap) mempermudah (ibadah), yang sebenarnya memang tidak boleh dipermudah.
2) Tarekat adalah menjauhi larangan dan melakukan perintah Tuhan sesuai dengan kesanggupannya; baik larangan dan perintah yang nyata, maupun yang tidak (batin).
3) Tarekat adalah meninggalkan yang haram dan makruh, memperhatikan hal-hal mubah (yang sifatnya mengandung) fadhilat, menunaikan hal-hal yang diwajibkan dan yang disunatkan, sesuai dengan kesanggupan (pelaksanaan) di bawah bimbingan seorang Arif (Syekh) dari (Shufi) yang mencita-citakan suatu tujuan.
Menurut L. Massignon, yang pernah mengadakan penelitian terhadap kehidupan Tasawuf di beberapa negara Islam, menarik suatu kesimpulan bahwa istilah Tarekat mempunyai dua macam pengertian.
Tarekat yang diartikan sebagai pendidikan kerohanian yang sering dilakukan oleh orang-orang yang menempuh kehidupan Tasawuf, untuk mencapai suatu tingkatan kerohanian yang disebut “Al-Maqamaat” dan “Al-Ahwaal”.
Tarekat yang diartikan sebagai perkumpulan yang didirikan menurut ajaran yang telah dibuat seorang Syekh yang menganut suatu aliran Tarekat tertentu. Maka dalam perkumpulan itulah seorang Syekh mengajarkan Ilmu Tasawuf menurut aliran Tarekat yang dianutnya, lalu diamalkan bersama dengan murid-muridnya.
Secara terminologi, pemaknaan tarekat agak sulit dirumuskan dengan pas, karena pengertian tarekat ikut berkembang mengikuti perjalanan kesejarahan dan perluasan kawasan penyebarannya. Dari berbagai sumber klasik maupun kontemporer, nampaknya tarekat dapat dimaknai sebagai ”suatu sistem hidup bersama dan kebersamaan dalam keberagamaan sebagai upaya spiritualisasi pamahaman dan pengamalan ajaran Islam menuju tercapainya ma’rifatu’I-lah”. Dalam perspektif ini, secara operasional rumusan ini bisa diartikan sebagai usaha kolektif dalam upaya tazkiyah an nafs dalam rangka interiorisasi keberagamaan.
Tarekat itu artinya jalan petunjuk dalam melakukan suatu ibadah sesuai dengan ajaran yang ditentukan dan dicontohkan oleh Nabi dan dikerjakan oleh sahabat dan tabi’in, turun temurun sampai kepada guru-guru, sambung menyambung dan rantai berantai.
Menurut Mircea Aliade, kata thariqah digunakan dalam dunia tasawuf sebagai jalan yang harus di tempuh seorang sufi untuk mendekatkan diri kepada Allah. Atau metode psikologis-moral dalam membimbing seseorang untuk mengenali Tuhannya.
Pengertian tarekat menurut Prof.Dr.H.Abubakar Aceh ialah : “jalan ,petunjuk dalam melakukan sesuatu ibadah sesuai dengan ajaran yang telah ditentukan dan dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW dan dikerjakan oleh Sahabat, tabi’in , dan tabi’it tabi’in turun temurun sampai kepada guru-guru, sambung menyambung dan rantai berantai”.
Dari Abu Al-Wafa al-Ghanimi al-Taftazani mengatakan :  “kata Tariqat pada para sufi mutakhir dinisbatkan bagi sejumlah probadi sufi yang bergabung dengan seorang guru( Syekh) dan tunduk dibawah aturan-aturan terperinci dengan jalan rohaniyah ,yang hidup secara kolektif secara zawiyah, ribath dan khanaqah, atau berkumpul secara periodic dalam acara-acara tertentu, serta mengadakan berbagai pertemuan ilmiah maupun rohaniyah yang teratur”.
Sedangkan J. S. Trimingham menyatakan bahwa tarekat adalah ”a practical method (other terms were madhhab, ri’ayah and suluk) to guide a seeker by tracing a way of thought, feeling and action, leading a succession of stages (maqamat, an integral association with psycological experiance called ’states’ ahwal) to experianceof Divine Reality (haqiqa) ”, metode praktis (bentuk-bentuk lainnya, mazhab, ri’ayah, dan suluk) untuk membimbing murid dengan menggunakan pikiran, perasaan dan tindakan melalui tingkatan-tingkatan (maqamat, kesatuan yang utuh dari pengalaman jiwa yang disebut ’states’, ahwal) secara beruntun untuk merasakan hakikat Tuhan”.
Tarekat berakar dari pengalaman seorang sufi –ahli tasawuf- dalam mengajarkan ilmunya kepada orang lain, pengajaran mana kemudian dikembangkan pengikutnya. Oleh karena itu, dalam perkembangannya kemudian, tarekat terkait erat dengan nama guru tasawuf itu. Dalam pengertian ini, maka penamaan satu tarekat diambil dari nama pimpinan kelompok belajar itu. Misalnya tarekat Naqsyabandiyah dinamai demikian adalah karena kelompok pembelajaran tasawuf itu dirintis oleh Bahauddin al- Naqsyaband. Hal ini berarti, nampaknya tarekat mirip dengan aliran tasawuf –the sufi orders-, atau semacam pranata sosial keagamaan yang visi dan misinya sufism. Dengan demikian tarekat yang pada awalnya dimaknai sebagai metode mendekatkan diri kepada Allah, berubah menjadi sistem pembelajaran tasawuf yang melembaga.
Dalam tarekat sebagai lembaga, ditemui adanya seorang mursyid atau pembimbing dan biasanya didampingi satu orang asisten atau lebih, yang disebut ”khalifah” atau wakil, pengikutnya dinamai ”murid” atau yang berminat. Tempat untuk belajar dan pondokan –semacam asrama- disebut ribath atau zawiyah dan juga dinamai taqiyah yang dalam bahasa persia disebut khanaqoh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar